Kamis, 03 Januari 2013

7 Mei 2012.
Suami memutuskan untuk pindah kota.  Lebih tepatnya pindah ke pulau Sulawesi Selatan, Makassar. Tempat dimana suami saya dilahirkan, dibesarkan. sekarang akhirnya saya diboyong ke tempat asalnya. Rencana kepindahan ini sebenernya udah direncanakan suami jauh hari sebelum kami menikah. Waktu itu, suami datang ke rumah keluarga Jalan Sunda. kebetulan orangtua saya memang ada acara keluarga di Bandung ( atau acara apaaa yaaaa... saya lupa). Disitu suami memberanikan diri untuk meminta saya untuk menjadi istrinya. Sebenernya ada sedikit dorongan dan paksaan sih untuk meminang saya. Karena orangtua saya, terutama Ibu, sangat khawatir takut ada apa-apa dan mulut tetangga lebih tajam, daripada mereka berfikir lebih jauh, lebih baik kita yang bergerak lebih jauh. Yaaaa.... namanya juga anak perempuan, apalagi cuma satu, duh! risih.
Malam itu, orangtua saya, saya dan suami membicarakan masalah pernikahan. Sebelum orangtua saya memberi syarat, suami sudah mengajukan duluan heheheee..
Tidak muluk-muluk dan cuma satu. "ayah, ibu.. boleh gak nanti setelah nikah, kemungkinan saya pindah ke Makassar dan Widya pasti saya bawa. saya belum tahu kapan tapi pasti pindah kesana."
Orangtua saya cuma saling menatap. Entah apa yang dipikiran mereka.
Lalu Ibu bilang, " Yaaa... terserah itu mah. udah jadi hak suami kalau udah nikah mau dibawa kemana juga asal jaga ya baik-baik." dengan melepas desah nafas yang berat. Sepertinya masih belum rela.

Bukan tanpa alasan kami pindah ke pulau Sulawesi ini. Salah satunya kantor dimana tempat suami saya mengais rezeki sudah oleng dan tinggal menunggu waktu yang tepat untuk tutup. Sebenernya, lumayan banyak kerja sampingannya suami tapi dia bilang sudah bosan dan capek. Ingin menikmati hidup tanpa dikejar-kejar kerjaan. Iya juga sih, uang banyak tapi serasa ditarik-tarik dengan metropolisnya kota Bandung. 
Dan yang terpenting, suami ingin menjauhkan dan menarik saya dari hingar-bingarnya Bandung, yang kesemuanya berbayar.

Orangtua saya dag dig dug menanti hari H itu datang karena masih belum rela berjauh-jauh lagi dengan anak perempuan semata wayangnya. Sebelumnya sudah saya tinggal terlalu lama untuk kuliah di Bandung, setelah menikah juga tinggal di Bandung karena suami bekerja disana. Mungkin masih ada rasa ingin bersama, berkumpul sebagai keluarga utuh yang mempunyai menantu. 
Berbeda dengan mertua saya yang tidak sabar menanti kami datang, menanti anak bungsu kesayangannya pulang kerumah, kembali berkumpul.

Januari 2012, mertua sudah menanyakan kapan kami akan pindah. Saya masih limbung, apakah harus pindah setelah kesan pertama saya kenalan dengan kota Bulukumba tak bagus. Badan saya seperti menolak, otak saya seperti sedang mempersiapkan sesuatu